Ilmu Dasar Tentang Pernikahan, Wajib Baca!

Pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agamanorma hukum, dan norma sosialUpacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi menurut tradisi suku bangsaagamabudaya, maupun kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu.

Pengesahan secara hukum suatu pernikahan biasanya terjadi pada saat dokumen tertulis yang mencatatkan pernikahan ditanda-tangani. Upacara pernikahan sendiri biasanya merupakan acara yang dilangsungkan untuk melakukan upacara berdasarkan adat-istiadat yang berlaku, dan kesempatan untuk merayakannya bersama teman dan keluargaWanita dan pria yang sedang melangsungkan pernikahan dinamakan pengantin, dan setelah upacaranya selesai kemudian mereka dinamakan suami dan istri dalam ikatan perkawinan.

Pernikahan adalah bentukan kata benda dari kata dasar nikah; kata itu berasal dari bahasa Arab yaitu kata nikkah (bahasa Arab?????? ‎) yang berarti perjanjian perkawinan; berikutnya kata itu berasal dari kata lain dalam bahasa Arab yaitu kata nikah (bahasa Arab????‎) yang berarti persetubuhan.[1][2]

Pernikahan di Indonesia

 

Syarat pernikahan berdasar undang-undang

Berdasarkan Pasal 6 UU No. 1/1974 tentang perkawinan, syarat melangsungkan perkawinan adalah hal-hal yang harus dipenuhi jika akan melangsungkan sebuah perkawinan. Syarat-syarat tersebut yaitu:

  • Ada persetujuan dari kedua belah pihak.
  • Untuk yang belum berumur 21 tahun, harus mendapat izin dari kedua orang tua. Atau jika salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal atau tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dapat diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
  • Bila orang tua telah meninggal dunia atau tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas.

Bagi yang beragama Islam, dalam perkawinan harus ada (Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam (KHI):

Menggugat UU Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi

Pada pertengahan tahun 2014, seorang mahasiswa dan 4 alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia menggugat Undang-undang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi khususnya Pasal 2 ayat 1 UU No. 1/1974 yang berbunyi: "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu" yang menghalangi/mempersulit terjadinya pernikahan beda agama.[3] Pada tanggal 18 Juni 2015, Mahkamah Konstitusi menolak seluruh gugatan tersebut dengan pertimbangan negara berperan memberikan pedoman untuk menjamin kepastian hukum kehidupan bersama dalam tali ikatan perkawinan, agama menetapkan tentang keabsahan perkawinan, sedangkan UU menetapkan keabsahan administratif yang dilakukan oleh negara.

Pembatalan Pernikahan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembatalan berasal dari kata batal, yaitu menganggap tidak sah, menganggap tidak pernah ada. Jadi, pembatalan perkawinan berarti menganggap perkawinan yang telah dilakukan sebagai peristiwa yang tidak sah, atau dianggap tidak pernah ada. Pasal 22 UU No. 1 tahun 1974 menyatakan bahwa pembatalan perkawinan dapat dilakukan, bila para pihak tidak memenuhi syarat melangsungkan perkawinan.

Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan

Berdasarkan Pasal 23 UU No. 1 tahun 1974, Berikut ini adalah pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan:

  • Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri.
  • Suami atau istri.
  • Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan.
  • Pejabat pengadilan.

Pasal 73 KHI menyebutkan bahwa yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan adalah:

  • Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari suami atau istri.
  • Suami atau istri.
  • Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut undang-undang.
  • Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam rukun dan syarat perkawinan menurut hukum Islam dan peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut dalam pasal 67.

Alasan pembatalan perkawinan

Perkawinan dapat dibatalkan, bila:

  • Perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum yang terdapat pada Pasal 27 UU No. 1/1974.
  • Salah satu pihak memalsukan identitas dirinya (pasal 27 UU No. 1/1974). Identitas palsu misalnya tentang status, usia atau agama.
  • Suami/istri yang masih mempunyai ikatan perkawinan melakukan perkawinan tanpa seizin dan sepengetahuan pihak lainnya (pasal 24 UU No. 01 tahun 1974).
  • Perkawinan yang tidak sesuai dengan syarat-syarat perkawinan (pasal 22 UU Perkawinan).

Sementara menurut Pasal 71 KHI, perkawinan dapat dibatalkan apabila:

  • Seorang suami melakukan poligami tanpa izin pengadilan agama.
  • Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi istri pria lain yang mafqud (hilang).
  • Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam masa iddah dari suami lain.
  • Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 Undang-undang No 1 Tahun 1974.
  • Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak.
  • Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.

Pengajuan pembatalan perkawinan

Permohonan pembatalan perkawinan dapat diajukan ke pengadilan (pengadilan agama bagi muslim dan pengadilan negeri bagi non-muslim) di dalam daerah hukum di mana perkawinan telah dilangsungkan atau di tempat tinggal pasangan (suami-istri). Atau bisa juga di tempat tinggal salah satu dari pasangan baru tersebut.

Cara mengajukan permohonan pembatalan perkawinan

 

  • Anda atau kuasa hukum Anda mendatangi pengadilan agama bagi yang beragama Islam dan pengadilan negeri bagi non-muslim (UU No.7/1989 pasal 73).
  • Kemudian Anda mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada ketua pengadilan (HIR pasal 118 ayat (1)/Rbg pasal 142 ayat (1)), sekaligus membayar uang muka biaya perkara kepada bendaharawan khusus.
  • Anda sebagai pemohon, dan suami (atau beserta istri barunya) sebagai termohon harus datang menghadiri sidang pengadilan berdasarkan surat panggilan dari pengadilan, atau dapat juga mewakilkan kepada kuasa hukum yang ditunjuk (UU No. 7/1989 pasal 82 ayat (2), PP No. 9/1975 pasal 26, 27 dan 28 Jo HIR pasal 121, 124, dan 125).
  • Pemohon dan termohon secara pribadi atau melalui kuasanya wajib membuktikan kebenaran dari isi (dalil-dalil) permohonan pembatalan perkawinan/tuntutan di muka sidang pengadilan berdasarkan alat bukti berupa surat-surat, saksi-saksi, pengakuan salah satu pihak, persangkaan hakim atau sumpah salah satu pihak (HIR pasal 164/Rbg pasal 268). Selanjutnya hakim memeriksa dan memutus perkara tersebut.
  • Pemohon atau Termohon secara pribadi atau masing-masing menerima salinan putusan Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap.
  • Pemohon dan termohon menerima akta pembatalan perkawinan dari pengadilan.
  • Setelah Anda menerima akta pembatalan, sebagai pemohon Anda segera meminta penghapusan pencatatan perkawinan di buku register Kantor Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil.

Batas waktu pengajuan

Ada batas waktu pengajuan pembatalan perkawinan. Untuk perkawinan Anda sendiri (misalnya karena suami anda memalsukan identitasnya atau karena perkawinan Anda terjadi karena adanya ancaman atau paksaan), pengajuan itu dibatasi hanya dalam waktu enam bulan setelah perkawinan terjadi. Jika sampai lebih dari enam bulan Anda masih hidup bersama sebagai suami-istri, maka hak Anda untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan dianggap gugur (pasal 27 UU No. 1 tahun 1974). Sementara itu, tidak ada pembatasan waktu untuk pembatalan perkawinan suami Anda yang telah menikah lagi tanpa sepengetahuan Anda. Kapan pun anda dapat mengajukan pembatalannya.

Pemberlakuan pembatalan perkawinan

Batalnya perkawinan dimulai setelah keputusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan. Keputusan Pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Artinya, anak-anak dari perkawinan yang dibatalkan, tetap merupakan anak yang sah dari suami Anda. Dan berhak atas pemeliharaan dan pembiayaan serta waris (pasal 28 UU No. 1 Tahun 1974).

 

Sumber :

 

  1.  fadelput (2010-02-25), Nikah, Scribd, hlm. 1, diakses tanggal 2010-03-28
  2. ^ Badawi, El-Said M.; Haleem, M. A. Abdel (2008), Arabic-English dictionary of Qur'anic usage, Brill Academic Publishers, hlm. 962, ISBN 9789004149489, diakses tanggal 2010-03-28
  3. ^ "Menag: Indonesia Bukan Negara Sekuler, Nikah Beda Agama Sulit Dilakukan". 5 September 2014.
  4. ^ Yohannie Linggasari (18 Juni 2015). "Mahkamah Konstitusi Tolak Gugatan Menikah Beda Agama".
  5. Wikipedia (27 Oktober 2021)